Thursday, May 3, 2018

Sejarah Desa Ngaringan



SEJARAH DESA NGARINGAN

Saat ini Desa Ngaringan berada di wilayah Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Timur, terletak di kepulauan Jawa.
Dengan batas-batas Desa antara lain :
-      Utara          : Hutan Gunung Kelut Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
-      Timur         : Desa Soso Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
-      Selatan       : Desa Butun Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
-      Barat          : Desa Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,

Hutan yang dibuka oleh seorang bernama Senen dan Girun berasal dari Kelurahan Ngantang (Kabupaten Malang) pada Tahun 1856, dengan diikuti oleh teman-temannya dari desa lain. Pada saat membuka hutan tersebut, kemudian tempat itu menjadi tempat penggembalaan (pangonan) hewan ternak/ rojokoyo dari beberapa warga dari wilayah Kelurahan lain. Disitu ada tanah yang agak tinggi (puthuk), setiap hari tanah tinggi (puthuk) itu digunakan untuk makan tanah dari hewan ternak/ rojokoyo (dengan sebutan Ngasin) yang digembalakan disitu, sehingga hewan-hewan tersebut tidak pergi jauh (ngluyur) dari kawasan itu melainkan seperti merasa tenang dan gembira (dengan sebutan Aring). Kemudian oleh para pemggelala disebut dengan daerah/ kawasan “ARINGAN” yang diartikan dengan bahasa Jawa yaitu: “ Aring Lek Mangan”.
Maka setelah menjadi daerah yang semakin ramai, maka ada yang mulai bertempat tinggal disini, dan semakin lama semakin banyak. Selanjutnya oleh beberapa tokoh masyarakat yang bertempat tinggal disitu dinamakan “NGARINGAN” berasal dari bahasa Jawa yaitu: Ngasin dan Aring.

1.   RIWAYAT PUNDEN (DESA NGARINGAN),
Sebelum hutan tersebut dibuka oleh Senen Dan Girun disitu sebelah Timur laut sudah ada bekas-bekas babatan, juga disitu lalu kelihatan ada tanda-tanda babatan, juga disitu lalu kelihatan ada tanda-tanda bekas perumahan dan juga kelihatan ada pesarean menurut keterangannya orang-orang yang mengetahuinya, bahwa itu pesareannya seorang demang yang namanya mbah Joyo Kasan Besari asal dari daerah Talun.
Pesarean tadi lantas menjadi kramat (Punden), yang lantas disebut Punden Demangan atau pesarean Mbah Demang.
Di Punden Demangan setiap warga msyarakat mempunyai hajat selalu selamatan, ditempat tersebut (nyadran) dan biasa dlakukan sampai sekarang.
Pembukaan hutan oleh Senen dan Girun pada tahun 1856 dengan diikuti oleh teman-temannya antara 2 tahun. Pada tahun 1858 Desa Ngaringan mendirikan Lurah yang terpilih seorang bernama Senen (yang pertama-tama membabat tadi).
Senen menjadi Lurah sampai 12 tahun (1858-1870) dan berhenti karena sudah lanjut usia.
Pada tahun 1871 mengadakan Lurah lagi, dan yang terpilih adalah seorang bernama Soijoyo, Soijoyo menjadi lurah sudah selama 8 tahun, dan berhenti pada tahun 1879.
Berhentinya Soijoyo lalu tidak mengadakan Lurah lagi, lantas Kelurahannya bergabung ke Kelurahan Baos (sekarang Desa Butun) jadi Kelurahan Ngaringan dikuasai oleh Lurah Baos yang namanya Hirodikromo sampai 3 tahun (1880-1883).
Setelah masa 3 tahun Ngaringan beinisiatif untuk mendirikan Kelurahan lagi, hasil musyawarah mufakat yang dipilih bernama Soijoyo (mantan Lurah) 3 tahun yang lalu.
Soijoyo menjadi Lurah 3 tahun kemudian (1884–1887) karena sudah tua dan  berhenti dengan inisiatif sendiri.
Tahun 1888 mendirikan Lurah lagi dan yang terpilih bernama Talesono, selama 3 tahun (1888-1891).
Pada tahun 1892 pilihan lurah lagi, yang terpilih bernama Kartomedjo sampai 3 tahun (1892-1895).
Pada tahun 1896, memilih Lurah lagi bernama Soeromenggolo, sampai 3 tahun (1896-1899).
Seberhentinya Soeromenggolo lalu tidak lekas pilihan lagi desa komplang 1 tahun lamanya lalu pekerjaan desa dipikul seorang kamituwo bernama Setroredjo sampai 1 tahun pada tahun 1899-1900.
Pada tahun 1901 pilihan lurah lagi yang tepilih bernama Tadikromo (keadaan cukup maju).
Tadikromo bekas Kamituwo Dukuh Gondoroso lalu magang menjadi Lurah diganti Kromowiyoso, selama 17 tahun (1901-1918).

Tapi pada waktu Tadikromo menjadi lurah pada tahun 1906, dukuh Purwosari suwak lantas mendirikan lurah sendiri lalu lerehanya lurah Ngaringan tinggal satu dukuhan yaitu dukuh Gondoroso.
Sekitar tahun 1918 Kelurahan Ngaringan dipimpim oleh Lurah baru bernama Kromomedjo (sebelumnya menjabat Jogotirto) caranya pilihan dengan bitingan, yang dipilih bernama Kromomedjo yan sebelumnya menjabat Jogotirto setelah keadaan desa baik dan adanya pembangunan maju, keamanan dapat terjamin bromo corah telah berkurang, penduduknya selalu ambangun turut pada pemerintahan, lalu pada tahun 1923 lurah dukuh Purwosari nama Sonodrono dengan Lurah Ngaringan nama Kromomedjo, keduanya itu lalu diberhentikan dari jabatannya oleh Pemerintah, karena waktu itu tanah bengkok dari lurah Sonodrono tidak dapat menghasilkan apa-apa disebabkan terserang bencana alam (lahar) pada hari Selasa Kliwon tahun 1919.
Setelah pada tahun 1923 kedua lurah sudah sama berhenti dan jabatannya antara lima hari di Desa Ngaringan lalu diadakan pilihan lurah lagi yang dipilih menjadi lurah seorang nama Kromomedjo (lurah lama tadi).
Mulai itulah Desa Purwosari lalu menggabung ke desa Ngaringan, tidak ada lurahnya lagi kembali lalu menggabung ke desa Ngaringan, tidak ada lurahnya lagi kembali menjadi dukuhan seperti sedia kala. Apalagi setelah desa Purwosari menggabungkan Ngaringan keadaan aman.

Lebih lebih adanya penjahat kurang sekali dari pada yang sudah-sudah.
Selanjutnya Kromomedjo menjadi lurah lamanya 31 tahun pada tahun 1918–1949 karena sudah tua usianya Kromomedjo lalu mengajukan surat permohonan minta berhenti kepada Pemerintah, lalu dikabulkan berhenti pada tanggal 17 Agustus 1949 karena sudah lanjut usia beliau mengajukan pengunduran diri kepada Pemerintah Kabupaten melalui Camat Gandusari sebagai Kepala Wilayah.


Setelah pengunduran diri Kromomedjo, kepemimpinan kosong. Kumdian desepakati dan atas persetujuan dari Pemerintah Kabupaten, maka dilaksanakannya pemilihan Kepala Desa Ngaringan yang pertama kalinya yaitu pada hari Jum’at Kliwon tanggal 23 Desember 1949. Kandidat/ calon Kepala Desa ada 2 orang bernama :
1.   Dajat Moedjojono, sebelumnya menjabat Carik Kelurahan Ngaringan mulai menjabat mulai tanggal 4 Oktober 1940 sampai dengan tahun 1949.
2.   Moeljosentono, sebelumnya menjabat sebagai Kamituwo Dusun Purwosari Desa Ngaringan.
Dalam pemilihan tersebut yang memenangkan pemilihan yaitu bernama Dajat Moedjojono, yang pada saat itu selisih suara (biting) hanya 1 suara saja. Dengan melalui pendekatan, musyawarah dengan kedua kandidat yang difasilitasi oleh Camat Gandusari dan perwakilan dari Pejabat Kabupaten Blitar, maka  disepakati dan disetujui yang menjadi Sekretaris Desa adalah kandidat yang tidak terpilih yaitu Moeljosentono dikukuhkan menjadi Sekretaris Desa Ngaringan Kecamatan Gandusari.

A.   RIWAYAT DUKUH PURWOSARI
Dukuh Purwosari berasal dari kawasan kebun kopi hasil tanaman bangsa Belanda yang pada saat itu menjajah Indonesia, lalu dirombak oleh warga masyarakat pada tahun 1892-1893 sehingga menjadi Pedukuhan disebut Purwosari yang berarti dari bahasa Jawa Purwo berarti awal (Bahasa Jawa: Wiwitan) dan Sari berarti  (Bahasa Jawa: . Yang menamakan Dukuh Purwosari adalah seorang Wedono di Kawedanan Gandusari yang bernama R. Poerwowidjojo.
Purwo dari nama wedono, Sari nama Kawedanan Gandusari. Lalu yang menjadi Kamituwo seorang bernama P.Djojodikromo, lamanya Djojodikromo menjadi Kamituwo 3 tahun pada tahun 1893-1896 karena pergi lari lalu berhenti.
Pada tahun 1897 diganti seorang bernama Sadiwirjo, yang menjadi Kamituwo Sadiwirjo selama 3 tahun. Pada tahun 1900 karena kurang cukup lalu berhenti
Pada tahun 1901 diganti oleh seorang bernama Kasan Moenadi yang menjadi Kamituwo selama 1 tahun (1901-1902) kurang cukup lalu berhenti.
Pada tahun 1903 diganti oleh seorang bernama Pontjokarso yang menjadi Kamituwo, menjabat selama 2 tahun.
Pada tahun 1903 lalu Pontjokarso dipilih menjadi Lurah sampai dengan tahun 1905, karena Purwosari mendirikan Lurah sendiri lalu pecah dari Kelurahan Ngaringan, Kamituwo Purwosari dijabat oleh Maderun.
Pontjokarso menjadi Lurah selama 3 tahun (1906-1909) kurang cukup lalu berhenti.
Pada tahun 1910 diganti oleh seorang bernama Kromontono yang menjadi lurah, P.Kromontono menjadi lurah lamanya 3 tahun pada tahun 1910-1913 kurang cukup lalu berhenti.
Pada tahun 1914 lalu diganti oleh seorang bernama Moesimin menjadi lurah lamanya 1 tahun pada tahun 1914-1915 pergi lari.Pada tahun 1916 lalu diganti oleh seorang bernama Sonodrono menjadi lurah lamanya 7 tahun pada tahun 1916-1920.
Karena pada tahun 1923 kedua lurahnya Ngaringan dengan Purwosari, yaitu Kromomedjo, Sonodrono sama berhentinya dari jabatannya oleh pemerintah, sebab tanah bengkoknya lurah Purwosari tidak dapat mengasilkan apa-apa karena terkena bencana alam (lahar) pada hari selasa kliwon pada tahun 1919.
Tetapi antara 5 hari dari keberhentian tadi lalu diadakan pilihan lurah lagi, yaitu lalu Kromomedjo (Lurah Ngaringan) itu di pilih yang menjadi lurahnya, desa Purwosari lalu menggabung menjadi 1 dengan Ngaringan Sonodrono (lurahnya) terus berhenti.
Pada tahun 1923 didirikan seorang kamituwo lagi bernama Dardji lamanya Dardji menjadi kamituwo 4 tahu  pada tahun1923-1927 kurang cukup lalu berhenti. Pada tahun 1928 diganti oleh seorang bernama Somokarijo yang menjadi Kamituwo.
Somokarijo menjadi Kamituwo selama 15 tahun pada tahun 1928-1943 karena sudah lanjut usian sehingga berhenti atas kemauan sendiri.
Pda tahun 1944 diganti oleh seorang bernama Moeljossentono yang menjadi Kamituwo, lamanya Moeljosentono 5 tahun pada tahun 1944-1949.
Pada tanggal 23-01-1950 hari senin legi diganti oleh seorang bernama Hiromedjo yang menjadi kamituwo sampai sekarang karena Moeljosentono dipilih menjadi carik.
Hiromedjo menjadi kamituwo dari tahun 1950–1983 diganti oleh seorang yang bernama Muhammad Toha Djalil tahun 1984–2008 diganti oleh seorang yang bernama Erik Sutanto hingga sekarang.

B.   RIWAYAT DUKUH GONDOROSO

Nama Dusun Gondoroso berasal dari kata “Gondo dan Roso” yang berarti kata “gondo” dari Bahasa Jawa mengandung arti “Bau” dan kata “roso” dari Bahasa Jawa juga yang berarti “Kuat”. Pada saat pembukaan lahan perkebunan kopi (tanaman dari penjajahan bangsa Belanda) oleh sekelompok warga masyarakat yang dipimpin oleh seorang Kyai yang bernama Ali Mukmin, ada beberapa pepohonan yang ditebangi tersebut, setelah ditebang mengeluarkan bau (gondo) yang sedap dan wangi, dan baunya kuat sekali, kalu dua kata gondo dan roso kalau digabungkan menjadi satu kata akan bermakna: “sebuah bau sedap dan wangi yang kuat” dan kalau dalam Bahasa Jawa adalah Gondoroso. Kemudian Kyai Ali Mukmin menyampaikan kepada warga pegikutnya bahwa pada saat itu sampai dengan ramai kelak nanti daerah tersebut dan sekitarnya diberi nama “Pedukuhan GONDOROSO”.

C.   RIWAYAT DUSUN BINTANG

Saat ini Dusun Bintang berada di wilayah Desa Ngaringan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Timur, terletak di kepulauan Jawa.
Menurut cerita dari beberapa tokoh masyarakat tua, daerah yang saat ini bernama Dusun Bintang yaitu sebelum tahun 1918, daerah ini sejak Indonesia dijajah oleh bangsa Belanda merupakan kebun tebu dan karet. Setelah Belanda kalah dengan Jepang pengelolaan diambil alih oleh bangsa Jepang sikitar tahun 1942. Pada saat itu sebagian kecil tanaman ada perubahan yaitu dengan ditanami Pohon Jarak yang konon buahnya sebagai bahan baku minyak (olie) untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Sedang bekas-bekas tanaman tebu yang tidak dikelola itu masih banyak terdapat lubang (cemplongan-cemplongan), sehingga daerah ini pernah disebut juga dengan sebutan Daerah COMPLANG yang berarti Cemplong (lubang).
Disisi lain karena di daerah ini ada beberapa penduduk pendatang yang terus bertambah dan bertempat tinggal, tetapi beberapa keluarga tersebut berdiri sendiri tanpa ada yang dianggap/ diangkat sebagai pemimpin, sehingga dinamakan bahwa daerah ini disebut juga Daerah Komplang (tidak ada pemimpin). Beberapa tokoh di daerah ini menyimpulkan dan sepakat bahwa daerah ini dinamakan Pedukuhan COMPLANG.
Sekitar tahun 1918 Kelurahan Ngaringan dipimpim oleh Lurah baru bernama Kromomedjo dan warga bersama tokoh masyarakat daerah ini menganggap bahwa wilayah Pedukuhan Complang adalah menjadi wilayah dari Kelurahan Ngaringan, karena letaknya berada di ujung Utara wilayah Kelurahan Ngaringan. Secara otomatis berada dibawah kepemimpinan dari Kelurahan Ngaringan.
Lurah Kromomedjo memimpin Kelurahan Ngaringan selama 31 tahun (1918–1949), karena sudah lanjut usia beliau mengajukan pengunduran diri kepada Pemerintah Kabupaten melalui Camat Gandusari sebagi Kepala Wilayah. Setelah pengunduran diri dari Kromomedjo, Lurah selanjutnya diteruskan oleh anaknya bernama Dajat Moedjojono tanpa ada pemilihan (keturunan) hingga tahun 1977. Pada tahu ini pertama kalinya

Asal Usul nama Dusun Bintang adalah, yang pada saat itu
memberi nama adalah salah satu pejabat Pemerintah Kabupaten Blitar pada tahun 1988, yang pada saat itu ada kegiatan lomba desa. Beliau berpendapat karena Dukuh Bintang berada di ujung Utara wilayah Desa Ngaringan dan keradaan Dukuh ini pada ketinggian minimal 600 m diatas permukaan air laut, dan untuk nama Dukuh Bintang dianjurkan diganti dengan nama “Dukuh BINTANG” yang dikandung maksud antara lain:
a.    Dukuh ini berada paling tinggi dibanding Dukuh lain di Desa Ngaringan;
b.   Nama Bintang, sehubungan dangan pada saat itu ada kegiatan lomba desa tingkat Propinsi, diharapkan akan memberikan sumbangsih untuk bersama-sama memenangkan perlombaan tingkat Nasional.