SEJARAH
DESA NGARINGAN
Saat ini Desa Ngaringan berada di wilayah Kecamatan Gandusari Kabupaten
Blitar Propinsi Jawa Timur, terletak di kepulauan Jawa.
Dengan batas-batas Desa
antara lain :
-
Utara : Hutan Gunung Kelut
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
-
Timur : Desa Soso
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
-
Selatan : Desa Butun
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
-
Barat : Desa Gadungan
Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar,
Hutan yang dibuka oleh seorang bernama Senen dan Girun berasal dari Kelurahan Ngantang (Kabupaten Malang) pada Tahun
1856, dengan diikuti oleh teman-temannya dari desa lain. Pada saat membuka hutan tersebut, kemudian tempat itu
menjadi tempat penggembalaan (pangonan) hewan ternak/ rojokoyo dari beberapa warga dari wilayah Kelurahan lain. Disitu
ada tanah yang agak tinggi (puthuk), setiap hari tanah tinggi (puthuk) itu digunakan untuk
makan tanah dari hewan
ternak/ rojokoyo (dengan sebutan Ngasin) yang digembalakan disitu, sehingga hewan-hewan tersebut tidak pergi jauh (ngluyur) dari kawasan itu melainkan seperti merasa tenang dan gembira
(dengan sebutan Aring). Kemudian oleh para pemggelala disebut dengan daerah/
kawasan “ARINGAN” yang diartikan
dengan bahasa Jawa yaitu: “ Aring Lek
Mangan”.
Maka
setelah menjadi daerah
yang semakin ramai, maka ada yang mulai bertempat tinggal disini, dan semakin
lama semakin banyak. Selanjutnya oleh beberapa tokoh masyarakat yang bertempat
tinggal disitu dinamakan “NGARINGAN”
berasal dari bahasa Jawa yaitu: “Ngasin dan Aring”.
1. RIWAYAT PUNDEN (DESA NGARINGAN),
Sebelum
hutan tersebut dibuka
oleh Senen Dan Girun disitu sebelah Timur laut sudah ada bekas-bekas babatan,
juga disitu lalu kelihatan ada tanda-tanda babatan, juga disitu lalu kelihatan
ada tanda-tanda bekas perumahan dan juga kelihatan ada pesarean menurut
keterangannya orang-orang yang mengetahuinya, bahwa itu pesareannya seorang
demang yang namanya mbah Joyo Kasan Besari asal dari daerah Talun.
Pesarean tadi lantas menjadi
kramat (Punden), yang lantas disebut “Punden
Demangan” atau pesarean Mbah Demang.
Di Punden Demangan setiap warga msyarakat
mempunyai hajat selalu selamatan, ditempat tersebut (nyadran) dan biasa dlakukan sampai sekarang.
Pembukaan hutan oleh Senen
dan
Girun pada tahun 1856 dengan diikuti oleh teman-temannya antara 2 tahun. Pada tahun 1858 Desa Ngaringan mendirikan Lurah
yang terpilih
seorang bernama Senen (yang pertama-tama membabat tadi).
Senen menjadi Lurah sampai 12 tahun (1858-1870) dan berhenti karena sudah lanjut usia.
Pada
tahun 1871 mengadakan
Lurah lagi, dan yang
terpilih adalah seorang bernama Soijoyo, Soijoyo
menjadi lurah sudah selama 8
tahun, dan
berhenti pada tahun 1879.
Berhentinya
Soijoyo lalu tidak mengadakan Lurah lagi, lantas Kelurahannya bergabung ke Kelurahan Baos
(sekarang Desa Butun)
jadi Kelurahan
Ngaringan dikuasai oleh Lurah Baos yang namanya Hirodikromo sampai 3 tahun (1880-1883).
Setelah
masa 3
tahun Ngaringan beinisiatif
untuk mendirikan
Kelurahan
lagi, hasil musyawarah
mufakat yang
dipilih bernama Soijoyo
(mantan Lurah) 3 tahun yang lalu.
Soijoyo menjadi Lurah
3 tahun kemudian
(1884–1887) karena sudah tua dan berhenti dengan inisiatif sendiri.
Tahun 1888 mendirikan Lurah lagi dan yang terpilih bernama Talesono, selama 3 tahun (1888-1891).
Pada
tahun
1892 pilihan lurah lagi,
yang terpilih
bernama Kartomedjo sampai 3 tahun (1892-1895).
Pada
tahun 1896, memilih
Lurah
lagi bernama Soeromenggolo, sampai
3 tahun (1896-1899).
Seberhentinya
Soeromenggolo lalu tidak lekas pilihan lagi desa komplang 1 tahun lamanya lalu
pekerjaan desa dipikul seorang kamituwo bernama Setroredjo sampai 1 tahun pada
tahun 1899-1900.
Pada
tahun 1901 pilihan lurah lagi yang tepilih bernama Tadikromo (keadaan cukup maju).
Tadikromo bekas Kamituwo Dukuh Gondoroso lalu
magang menjadi Lurah diganti Kromowiyoso, selama 17 tahun (1901-1918).
Tapi
pada waktu Tadikromo menjadi lurah pada tahun 1906, dukuh Purwosari suwak
lantas mendirikan lurah sendiri lalu lerehanya lurah Ngaringan tinggal satu
dukuhan yaitu dukuh Gondoroso.
Sekitar tahun 1918 Kelurahan Ngaringan dipimpim oleh Lurah baru bernama Kromomedjo
(sebelumnya menjabat Jogotirto) caranya pilihan dengan bitingan, yang dipilih bernama Kromomedjo yan sebelumnya menjabat Jogotirto setelah
keadaan desa baik dan adanya pembangunan maju, keamanan dapat terjamin bromo
corah telah berkurang, penduduknya selalu ambangun turut pada pemerintahan,
lalu pada tahun 1923 lurah dukuh Purwosari nama Sonodrono dengan Lurah Ngaringan
nama Kromomedjo, keduanya itu lalu diberhentikan dari jabatannya oleh
Pemerintah, karena waktu itu tanah bengkok dari lurah Sonodrono tidak dapat
menghasilkan apa-apa disebabkan terserang bencana alam (lahar) pada hari Selasa
Kliwon tahun 1919.
Setelah
pada tahun 1923 kedua lurah sudah sama berhenti dan jabatannya antara lima hari
di Desa Ngaringan lalu diadakan pilihan lurah lagi yang dipilih menjadi lurah
seorang nama Kromomedjo (lurah lama tadi).
Mulai itulah Desa Purwosari
lalu menggabung ke desa Ngaringan, tidak ada lurahnya lagi kembali lalu
menggabung ke desa Ngaringan, tidak ada lurahnya lagi kembali menjadi dukuhan
seperti sedia kala. Apalagi
setelah desa Purwosari menggabungkan Ngaringan keadaan aman.
Lebih
lebih adanya penjahat kurang sekali dari pada yang sudah-sudah.
Selanjutnya
Kromomedjo menjadi lurah lamanya 31 tahun pada tahun 1918–1949 karena sudah tua
usianya Kromomedjo lalu mengajukan surat permohonan minta berhenti kepada
Pemerintah, lalu dikabulkan berhenti pada tanggal 17 Agustus 1949 karena sudah lanjut usia beliau
mengajukan pengunduran diri kepada Pemerintah Kabupaten melalui Camat Gandusari
sebagai Kepala Wilayah.
Setelah pengunduran diri Kromomedjo, kepemimpinan
kosong. Kumdian desepakati dan atas persetujuan dari Pemerintah Kabupaten, maka
dilaksanakannya pemilihan Kepala Desa Ngaringan yang pertama kalinya yaitu
pada hari
Jum’at
Kliwon tanggal 23 Desember 1949. Kandidat/ calon Kepala Desa ada 2 orang bernama :
1. Dajat Moedjojono, sebelumnya menjabat Carik
Kelurahan
Ngaringan
mulai menjabat mulai
tanggal 4 Oktober 1940 sampai dengan tahun 1949.
2. Moeljosentono, sebelumnya menjabat sebagai Kamituwo
Dusun Purwosari Desa Ngaringan.
Dalam pemilihan tersebut yang memenangkan pemilihan yaitu bernama
Dajat Moedjojono, yang pada saat itu selisih suara (biting) hanya 1
suara saja. Dengan melalui pendekatan, musyawarah dengan kedua kandidat yang
difasilitasi oleh Camat Gandusari dan perwakilan dari Pejabat Kabupaten Blitar,
maka disepakati dan disetujui yang menjadi Sekretaris Desa adalah kandidat
yang tidak terpilih yaitu Moeljosentono dikukuhkan menjadi Sekretaris Desa
Ngaringan Kecamatan Gandusari.
A. RIWAYAT DUKUH PURWOSARI
Dukuh
Purwosari berasal
dari kawasan kebun
kopi hasil tanaman
bangsa Belanda yang pada saat itu menjajah Indonesia,
lalu dirombak
oleh warga
masyarakat pada tahun 1892-1893 sehingga menjadi Pedukuhan disebut Purwosari yang berarti dari bahasa Jawa Purwo berarti awal
(Bahasa Jawa: Wiwitan) dan Sari berarti
(Bahasa Jawa: . Yang
menamakan
Dukuh Purwosari
adalah
seorang Wedono
di Kawedanan Gandusari yang bernama R. Poerwowidjojo.
Purwo dari nama
wedono, Sari nama Kawedanan Gandusari. Lalu
yang menjadi Kamituwo seorang bernama P.Djojodikromo, lamanya Djojodikromo
menjadi Kamituwo 3 tahun pada tahun 1893-1896 karena pergi lari lalu berhenti.
Pada
tahun 1897 diganti seorang bernama Sadiwirjo, yang
menjadi Kamituwo Sadiwirjo selama 3 tahun. Pada tahun 1900 karena kurang
cukup lalu berhenti
Pada tahun 1901
diganti oleh seorang bernama Kasan Moenadi yang menjadi Kamituwo selama 1 tahun (1901-1902) kurang cukup lalu berhenti.
Pada
tahun 1903 diganti oleh seorang bernama Pontjokarso yang menjadi Kamituwo, menjabat selama 2 tahun.
Pada tahun 1903 lalu Pontjokarso
dipilih menjadi Lurah
sampai dengan tahun 1905,
karena Purwosari mendirikan Lurah
sendiri lalu pecah dari Kelurahan Ngaringan, Kamituwo Purwosari dijabat oleh
Maderun.
Pontjokarso
menjadi Lurah
selama
3 tahun (1906-1909) kurang cukup lalu berhenti.
Pada tahun 1910 diganti
oleh seorang bernama Kromontono yang menjadi lurah, P.Kromontono menjadi lurah
lamanya 3 tahun pada tahun 1910-1913 kurang cukup lalu berhenti.
Pada tahun 1914 lalu
diganti oleh seorang bernama Moesimin menjadi lurah lamanya 1 tahun pada tahun
1914-1915 pergi lari.Pada tahun 1916 lalu diganti oleh seorang bernama Sonodrono
menjadi lurah lamanya 7 tahun pada tahun 1916-1920.
Karena
pada tahun 1923 kedua lurahnya Ngaringan dengan Purwosari, yaitu Kromomedjo, Sonodrono
sama berhentinya dari jabatannya oleh pemerintah, sebab tanah bengkoknya lurah
Purwosari tidak dapat mengasilkan apa-apa karena terkena bencana alam (lahar) pada hari
selasa kliwon pada tahun 1919.
Tetapi antara 5 hari
dari keberhentian tadi lalu diadakan pilihan lurah lagi, yaitu lalu Kromomedjo
(Lurah
Ngaringan) itu di pilih yang menjadi lurahnya, desa Purwosari lalu menggabung
menjadi 1 dengan Ngaringan Sonodrono
(lurahnya) terus berhenti.
Pada
tahun 1923 didirikan seorang kamituwo lagi bernama Dardji lamanya Dardji
menjadi kamituwo 4 tahu pada tahun1923-1927
kurang cukup lalu berhenti. Pada tahun 1928 diganti oleh seorang bernama Somokarijo yang menjadi Kamituwo.
Somokarijo
menjadi Kamituwo
selama
15 tahun pada tahun 1928-1943 karena sudah lanjut usian sehingga berhenti atas kemauan sendiri.
Pda tahun 1944
diganti oleh seorang bernama Moeljossentono
yang menjadi Kamituwo, lamanya Moeljosentono 5 tahun pada tahun 1944-1949.
Pada
tanggal 23-01-1950
hari senin legi diganti oleh seorang bernama Hiromedjo yang menjadi kamituwo
sampai sekarang karena Moeljosentono dipilih menjadi carik.
Hiromedjo menjadi
kamituwo dari tahun 1950–1983 diganti oleh seorang yang bernama Muhammad Toha Djalil tahun 1984–2008 diganti oleh
seorang yang bernama Erik Sutanto hingga sekarang.
B. RIWAYAT DUKUH GONDOROSO
Nama Dusun Gondoroso berasal dari kata “Gondo dan Roso” yang berarti kata “gondo” dari Bahasa Jawa mengandung arti
“Bau” dan kata “roso” dari Bahasa Jawa juga yang berarti “Kuat”. Pada saat pembukaan lahan perkebunan kopi (tanaman dari penjajahan
bangsa Belanda) oleh sekelompok warga masyarakat yang dipimpin oleh seorang
Kyai yang bernama Ali Mukmin, ada beberapa pepohonan yang ditebangi tersebut,
setelah ditebang mengeluarkan bau (gondo) yang sedap dan wangi, dan baunya kuat
sekali, kalu dua kata gondo dan roso kalau digabungkan menjadi satu kata akan
bermakna: “sebuah bau sedap dan wangi
yang kuat” dan kalau dalam Bahasa Jawa adalah Gondoroso. Kemudian Kyai Ali
Mukmin menyampaikan kepada warga pegikutnya bahwa pada saat itu sampai dengan
ramai kelak nanti daerah tersebut dan sekitarnya diberi nama “Pedukuhan GONDOROSO”.
C. RIWAYAT DUSUN BINTANG
Saat ini Dusun Bintang berada di wilayah Desa
Ngaringan Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar Propinsi Jawa Timur, terletak di
kepulauan Jawa.
Menurut cerita dari beberapa tokoh masyarakat tua, daerah yang saat ini
bernama Dusun Bintang yaitu sebelum tahun 1918, daerah ini sejak Indonesia
dijajah oleh bangsa Belanda merupakan kebun tebu dan karet. Setelah Belanda
kalah dengan Jepang pengelolaan diambil alih oleh bangsa Jepang sikitar tahun
1942. Pada saat itu sebagian kecil tanaman ada perubahan yaitu dengan ditanami
Pohon Jarak yang konon buahnya sebagai bahan baku minyak (olie) untuk bahan
bakar kendaraan bermotor. Sedang bekas-bekas tanaman tebu yang tidak dikelola
itu masih banyak terdapat lubang (cemplongan-cemplongan),
sehingga daerah ini pernah disebut juga dengan sebutan Daerah COMPLANG yang berarti Cemplong (lubang).
Disisi lain karena di daerah ini ada beberapa penduduk
pendatang yang terus bertambah dan bertempat tinggal, tetapi beberapa keluarga
tersebut berdiri sendiri tanpa ada yang dianggap/ diangkat sebagai pemimpin,
sehingga dinamakan bahwa daerah ini disebut juga Daerah Komplang (tidak ada pemimpin). Beberapa tokoh di daerah ini
menyimpulkan dan sepakat bahwa daerah ini dinamakan Pedukuhan COMPLANG.
Sekitar tahun 1918 Kelurahan Ngaringan dipimpim oleh Lurah baru bernama Kromomedjo
dan warga bersama tokoh masyarakat daerah ini menganggap bahwa wilayah
Pedukuhan Complang adalah menjadi wilayah dari Kelurahan Ngaringan, karena
letaknya berada di ujung Utara wilayah Kelurahan Ngaringan. Secara otomatis
berada dibawah kepemimpinan dari Kelurahan Ngaringan.
Lurah Kromomedjo
memimpin Kelurahan Ngaringan selama 31 tahun (1918–1949), karena sudah lanjut usia beliau mengajukan
pengunduran diri kepada Pemerintah Kabupaten melalui Camat Gandusari sebagi
Kepala Wilayah. Setelah pengunduran diri dari Kromomedjo, Lurah selanjutnya
diteruskan oleh anaknya bernama Dajat Moedjojono tanpa ada pemilihan
(keturunan) hingga tahun 1977. Pada tahu ini pertama kalinya
Asal Usul nama Dusun Bintang adalah, yang pada saat
itu
memberi nama adalah salah satu pejabat Pemerintah
Kabupaten Blitar pada tahun 1988, yang pada saat itu ada kegiatan lomba desa.
Beliau berpendapat karena Dukuh Bintang berada di ujung Utara wilayah Desa
Ngaringan dan keradaan Dukuh ini pada ketinggian minimal 600 m diatas permukaan
air laut, dan untuk nama Dukuh Bintang dianjurkan diganti dengan nama “Dukuh
BINTANG” yang dikandung maksud antara lain:
a.
Dukuh ini berada paling tinggi dibanding Dukuh lain di Desa Ngaringan;
b. Nama Bintang, sehubungan dangan pada saat itu ada
kegiatan lomba desa tingkat Propinsi, diharapkan akan memberikan sumbangsih
untuk bersama-sama memenangkan perlombaan tingkat Nasional.